wartaperang - Polisi Tunisia telah merusak sel yang merekrut pejuang untuk bergabung dengan Negara Islam (ISIS/IS) di Libya, kata pihak berwenang. Aksi ini adalah bagian dari tindakan keras oleh pihak keamanan pada gerilyawan yang melintasi perbatasan Tunisia.

Pasukan keamanan Tunisia berada dalam siaga tinggi setelah puluhan militan dari Negara Islam menyerbu melalui kota perbatasan Ben Guerdane awal bulan ini,  menyerang posisi tentara dan polisi dan memicu pertempuran jalanan di mana tentara menewaskan sekitar 50 militan dalam pertempuran selama tiga hari.

Dua belas tentara dan tujuh warga sipil juga tewas dalam serangan tersebut yang merupakan terburuk dalam sejarah Tunisia.

"Pasukan unit anti-terorisme kami membongkar sel yang didalamnya termasuk 12 ekstrimis yang merekrut orang-orang muda untuk mengirim mereka ke Libya untuk bergabung dengan Daesh (panggilan Negara Islam oleh musuh-musuhnya)," kata kementerian dalam negeri dalam sebuah pernyataan Senin malam.

Dikatakan mereka yang ditahan telah membantu militan yang menyerang Ben Guerdane bulan ini untuk menyusup ke Libya untuk bergabung dengan Negara Islam.

Pihak berwenang Tunisia mengatakan militan Negara Islam telah melakukan serangan besar-besaran pada Ben Guerdan dalam upaya untuk merebut kendali kota dan memperluas wilayah mereka.

Tunisia telah menjadi semakin khawatir tentang kekerasan di perbatasan dimana Negara Islam telah semakin luas pengaruhnya di Libya, mengambil keuntungan dari kekacauan di negara itu untuk mengontrol kota Sirte dan mendirikan kamp pelatihan di sana.

Setelah revolusi Tunisia dan transisi menuju demokrasi pada tahun 2011, militansi Islam juga telah terus berkembang. Para pejabat memperkirakan bahwa ribuan warga Tunisia bertarung dengan Negara Islam dan kelompok-kelompok lain di Irak, Suriah dan di Libya.

Tunisia Perpanjang Keadaan Darurat 3 Bulan

Tunisia juga pada hari Selasa memperpanjang selama tiga bulan keadaan darurat yang diberlakukan setelah bom bunuh diri November hyang diklaim oleh Negara Islam dan menewaskan 12 pengawal presiden.

"Presiden Beji Caid Essebsi telah memutuskan setelah konsultasi untuk memperpanjang keadaan darurat selama tiga bulan dari 23 Maret," demikian menurut kantornya dalam sebuah pernyataan.

Negara-negara di ujung Afrika Utara telah menderita dari gelombang serangan militan dalam beberapa tahun terakhir, ketika mereka telah berjuang untuk mehanan kenaikan ekstrimisme sejak revolusi 2011 yang menggulingkan diktator lama Zine El Abidine Ben Ali.

Tahun lalu Negara Islam mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap museum Bardo di Tunis dan sebuah hotel resor populer yang menewaskan 59 wisatawan, serta bom bunuh diri yang menewaskan penjaga presiden.

Keadaan darurat telah berulang kali diperpanjang sejak November. Perpanjangan terakhir, pada 22 Februari, adalah untuk jangka waktu satu bulan.

Tunisia juga pada hari Selasa telah mengadakan pembicaraan dengan negara-negara lain yang bertetangga dengan Libya pada ancaman yang ditimbulkan oleh pertumbuhan kehadiran Negara Islam di Afrika Utara.

sumber: al-arabiya
oleh: n3m0

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top