wartaperang - Setelah berbulan-bulan kebuntuan di medan perang Suriah, sebuah gossip dari Washington, Yerusalem, Amman dan daerah Teluk menunjukkan ada upaya baru yang tengah berlangsung untuk membuka "front selatan" terhadap rezim Bashar al-Assad.

Rencana tersebut adalah sebuah usaha baru untuk memberikan dukungan terhadap kelompok pemberontak sekuler Suriah dengan dana tambahan, senjata dan dukungan intelijen.

Inisiatif ini, seperti yang dilaporkan di wilayah tersebut, diatur dengan latar belakang pembicaraan rahasia di AS bulan lalu antara Susan Rice, penasihat keamanan nasional Barack Obama, dan Pangeran Mohammed bin Nayef, menteri dalam negeri Saudi yang bertanggung jawab atas program-program aksi rahasia di Suriah.

Menurut kolumnis Washington Post David Ignatius, kepala mata-mata dari Yordania, Turki, Qatar dan negara-negara regional lainnya juga menghadiri diskusi, berfokus pada membuat "upaya yang lebih kuat" untuk membantu para pemberontak.

Pertemuan ini telah dikaitkan dengan sebuah operasi bulan lalu oleh Tentara Pembebasan Suriah ( FSA ) dari apa yang mereka sebut dengan serangan musim semi di selatan Suriah. Serangan itu dimulai beberapa saat setelah mereka menerima dana baru dari US berupa senjata dengan total $ 31.4m (£ 18.9m ), kata komandan pemberontak.

Setelah menahan selama berbulan-bulan karena kekhawatiran bahwa senjata baru mungkin jatuh ke tangan afiliasi Al-Qaida, pejabat Amerika tak dikenal mengatakan Kongres telah memberikan persetujuan tertutup pada bulan Januari untuk pembelian senjata ringan ditujukan untuk kelompok moderat, oposisi sekuler di selatan.

Pendanaan baru AS seharusnya menambah dorongan segar bersama negara-negara Teluk untuk membiayai operasi pemberontak di wilayah selatan Suriah, yang pada akhirnya ditujukan untuk Damaskus. Lebih dari $ 1 milyar telah dicairkan sejak musim panas lalu, sebagian besar untuk pembelian senjata di Eropa Timur, menurut sumber-sumber pemerintah Teluk dikutip media regional.

Senjata sebagian besar diberikan melalui Jordan, yang katanya mencakup berbagai senjata api kecil, serta beberapa yang lebih kuat, seperti roket anti-tank. Namun Amerika memesan agar senjata yang diberikan tidak termasuk rudal bahu permukaan-ke-udara, yang dikenal sebagai MANPADS, yang bisa menembak jatuh pesawat militer atau sipil. Arab Saudi memiliki stok MANPADS dan memasok mereka untuk pemberontak, tetapi AS tidak setuju.

Menurut berbagai laporan sebagian besar didasarkan pada pernyataan pemberontak atau kebocoran dari pejabat resmi, tujuan serangan adalah untuk mendorong kembali pasukan pemerintah Suriah di Daraa, Quneitra dan As- Suwayda di wilayah selatan-barat Suriah, sehingga membuka jalan ke Damaskus.

Isu ini mengisyaratkan bila kubu sekuler berusaha menguasai daerah selatan Suriah dimana dari utara dan timur dikuasai oleh jabhat al-Nusra Front atau ISIS, dua kelompok islam garis keras yang ada di Suriah.

Detil laporan media mengklaim rencana operasional, rute pasokan dan taktik untuk dorongan baru sedang diawasi oleh operasi internasional rahasia dengan perintah berpusat di Amman dikelola oleh pejabat militer dari 14 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Israel dan negara-negara Arab yang menentang Assad.

"Pejuang pemberontak dan anggota oposisi mengatakan pusat komando, yang berbasis di sebuah gedung markas intelijen di Amman, mengatur pasokan kendaraan, senapan sniper, mortir, senapan mesin berat, senjata ringan dan amunisi ke FSA" surat kabar Nasional Abu Dhabi melaporkan.

Jordan menyangkal keberadaan pusat komando ini dan melaporkan bila memang ada fasilitas pelatihan pemberontak di utara Yordania namun dikelola CIA.

"Saya tidak pernah mendengar hal ini" Zuhdi Janbek, direktur cabang khusus Yordania, mengatakan kepada Guardian.

Tak satu pun dari negara-negara Barat atau Arab yang memiliki staf militer yang bekerja di pusat atau Operasi Militer Komando ( MOC ) secara terbuka mengakui hal itu, namun keberadaan pusat komando ini telah menjadi rahasia umum, demikian menurut info dari publik.

Apapun keakuratan laporan tersebut, ada sedikit keraguan bahwa sikap resmi netral Jordan selama perang Suriah terancam oleh semakin pentingnya wilayah selatan mengingat konflik memasuki tahun keempat.

Meskipun Amman menyatakan penolakannya, mereka dikenal memiliki hubungan dekat dengan badan-badan intelijen Barat. Hal ini juga diyakini bahwa wilayahnya sedang digunakan oleh pendukung Barat dan Arab dari oposisi sekular moderat untuk membantu dan operasi anti-Assad.

Sejalan dengan kekhawatiran AS dan Saudi, Jordan telah meningkatkan penangkapan jihadis yang transit wilayahnya untuk bergabung dengan kelompok-kelompok Islam garis keras di dalam wilayah Suriah.

Diluar polemik benar atau tidaknya isu ini, telah terjadi peningkatan pertempuran di sekitar kota Daraa dalam beberapa pekan terakhir dimana tentara Suriah mencoba untuk mendahului setiap usaha pemberontak terhadap Damaskus, pengungsi dan sumber lain mengatakan.

Para pejabat PBB dan Uni Eropa di Amman mengatakan bahwa sebagai akibatnya, arus pengungsi ke Yordania dari selatan dan tengah Suriah telah meningkat dua kali lipat bulan ini, 1.000 atau lebih sehari. Sekitar 1,2 juta warga Suriah sekarang hidup di Yordania, menurut pemerintah Amman.

Dalam satu bentrokan dilaporkan pekan lalu, komandan MOC dilaporkan hampir saja memesan serangan udara Israel terhadap "senjata strategis" yang disimpan di kompleks militer Tal al-Jabiyeh di selatan-barat Daraa karena takut senjata tersebut jatuh ke tangan pemberontak yang mengepung yang terkait al-Qaida.

Menurut sumber-sumber tak dikenal, yang dimaksud "senjata strategis" adalah bahan kimia yang kemungkinan besar adalah gas sarin. Kompleks tersebut dikatakan kurang dari 8 km ( 5 mil) dari perbatasan Israel. Dalam pertempuran terakhir, para pemberontak akhirnya mundur. Laporan ini tidak dapat secara independen dikonfirmasi.

Keputusan jelas dari FSA untuk menggeser kekuatan utama di selatan bertepatan dengan perubahan dalam pucuk pimpinan. Kolonel Abd al-Ilah al-Bashir, pemimpin medan yang dihormati berbasis di Quneitra sebuah wilayah di selatan, menggantikan Jenderal Salim Idris sebagai kepala staf bulan lalu. Idris telah disalahkan karena gagal untuk memblokir pertumbuhan pengaruh jihad di utara. Meskipun Presiden Obama mengatakan AS terus mengejar solusi diplomatik, usulan peningkatan dukungan AS secara rahasia untuk aksi militer di Suriah selatan adalah masuk akal. Ada banyak kemarahan di Washington pada kegagalan pembicaraan damai Jenewa untuk mencapai kemajuan, sebagian karena Rusia - sekutu Assad paling kuat.

Perkembangan ini, jika memang benar, juga menunjukkan kesepakatan antara AS dan Arab Saudi, dua pendukung terbesar oposisi Suriah setelah selama beberapa waktu kedua negara ini tidak pernah bisa menyepakati atas satu strategi.

Obama akan melakukan perjalanan ke Riyadh akhir bulan ini untuk pembicaraan yang berfokus pada Suriah dan Iran. Dalam pertemuan lain yang dirancang untuk mengkoordinasikan kebijakan ini, Obama membahas krisis Suriah dengan Raja Yordania Abdullah dan perdana menteri Israel, Binyamin Netanyahu.

sumber: za

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top