wartaperang - Perancis mengatakan pada hari Selasa pihaknya siap membantu pemerintah persatuan baru Libya dengan keamanan maritim ketika administrasi yang masih muda berusaha untuk menegaskan kewenangannya atas negara yang didera prahara.

"Kita harus menunggu sampai perdana menteri (Fayez al-Sarraj) memberitahu kita apa langkah-langkah keamanan yang ia rencanakan dan apa yang ia harapkan dari masyarakat internasional untuk menjamin keamanan maritim Libya. Kami siap untuk membantu," Menteri Pertahanan Jean-Yves Le Drian mengatakan kepada radio Perancis Europe 1.

virtual office di jakarta .adv - Pernyataan itu disampaikan seminggu setelah Uni Eropa menawarkan dukungan "konkret" untuk pemerintah persatuan Libya untuk meningkatkan perekonomian dan keamanan, termasuk pelatihan untuk penjaga pantai Libya untuk membendung arus migran di Mediterania.

Uni Eropa prihatin dengan ekspansi Negara Islam (ISIS/IS) di Libya, dan juga oleh peningkatan baru kedatangan migran ke Italia dari Libya sejak awal musim semi.

Para pemimpin Eropa berusaha untuk memperluas mandat misi maritim di Mediterania yang dijuluki Sophia yang bertujuan untuk memerangi perdagangan orang di lepas pantai Libya.

Daerah operasi Sophia dibatasi hanya untuk perairan internasional, sedangkan Uni Eropa tidak memiliki mandat baik dari Libya atau PBB untuk melakukan patroli di pantai Libya.

NATO sekarang telah melakukan operasi selama tiga bulan ini dengan melakukan patroli di pantai Libya sebagai bagian dari rencana untuk menghentikan migran yang tiba di Italia, Menteri Pertahanan Italia Roberta Pinotti, mengatakan pada hari Senin.

Misi yang diharapkan akan disetujui pada pertemuan puncak NATO pada 7 Juli, akan menjadi bagian dari rencana Italia yang lebih luas untuk menutup rute Mediterania Barat ke Uni Eropa berdasarkan kembalinya ekonomi ke negara-negara asal mereka.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan awal bulan ini bahwa Perancis tidak berencana untuk menyebarkan pasukan darat atau meluncurkan serangan udara di Libya.

Negara kaya minyak Libya turun ke dalam kekacauan setelah NATO mendukung pemberontakan yang menggulingkan dan membunuh diktator Muammar Qaddafi pada tahun 2011.

Negara ini telah memiliki 2 pemerintahan yang saling bersaing sejak pertengahan 2014 ketika aliansi milisi mengambil alih Tripoli, mendirikan otoritas sendiri dan memaksa parlemen yang diakui dunia internasional melarikan diri ke wilayah timur jauh.

Sebuah kesepakatan yang didukung PBB terkait pembagian kekuasaan pada bulan Desember telah disetujui oleh beberapa anggota parlemen di kedua sisi.

Tapi Sarraj belum menerima dukungan dari legislatif yang diakui secara internasional, dan kepala saingan administrasi berbasis Tripoli, Khalifa Ghweil, telah menolak untuk mengakui otoritasnya.

sumber: al-arabiya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top