wartaperang - Ketika diplomat Barat dan pengamat lainnya telah memperkirakan jumlah militan yang bergabung berada dalam angka antara 20.000 sampai 50.000, Hisham al-Hashimi, seorang ahli keamanan di Baghdad, mengatakan bahwa jumlah anggota dari Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) sekarang mendekati 100.000 anggota.

Jika benar, angka ini menunjukkan bahwa organisasi militan tumbuh dengan pesat dan akan mampu menaklukkan suatu daerah di wilayah tersebut.

Menurut Hashimi, sebuah peristiwa penting yang berperan dalam menambah lebih banyak orang untuk menjadi anggotanya adalah ketika kelompok ini merebut Mosul pada bulan Juni. Kota Irak utara adalah benteng Sunni, rumah bagi banyak mantan perwira tentara Saddam Hussein yang telah menentang pemerintah yang didominasi Syiah di Baghdad. Dan sementara beberapa orang dipaksa untuk mendaftar, yang lain tampaknya telah secara sukarela mengangkat senjata.

Sebagai seorang peneliti yang kadang-kadang memberikan nasehat kepada pasukan keamanan Irak, Hashimi telah memiliki akses ke ratusan drive memori yang ditemukan oleh pasukan keamanan Irak di rumah pempimpin kedua Negara Islam dan petugas intelijen Irak serta peneliti lainnya yang ada di Irak.

"Negara Islam tidak datang entah dari mana", kata Hashimi yang telah mempelajari kelompok ini selama bertahun-tahun. "Ini adalah perluasan dari kelompok yang ada sebelumnya, baik secara historis dan ideologis".

Perkiraan Hashimi ini didukung oleh Ibrahim al-Sumaidaei, seorang analis politik, saat ini berbasis di Amman, Yordania.

"Para anggota Negara Islam telah meningkat dua kali lipat dalam cara yang sangat berbahaya", kata Sumaidaei, seorang mantan petugas intelijen. "Dengan mempunyai banyak senjata dan dana telah membuat Negara Islam menyedot pejuang dari kelompok pemberontak Sunni lainnya". Sumaidaei menambahkan bahwa banyak anggota mungkin tidak "aktif bertugas".

Selain prajurit, Negara Islam juga telah menarik sejumlah perwira militer tingkat tinggi mantan rezim Baath dari Saddam Hussein, kata Hashimi. (Banyak anggota Baath berjuang melawan pasukan Amerika setelah invasi AS ke Irak tahun 2003).

"Kebanyakan dari mereka yang bergabung - dan Aku mengenal mereka secara pribadi - adalah perwira militer baik mantan atau anak-anak mereka", kata Salem Aljomaily, seorang ahli keamanan dan mantan petugas intelijen. Aljomaily juga mengatakan bahwa "perwira tinggi peringkat adalah perencana militer, dan anak-anak mereka dan para perwira muda digunakan sebagai pejuang".

Negara Islam dijalankan oleh Abu Bakr al-Baghdadi, radikal Sunni yang pernah masuk penjara militer Amerika di Irak. Kekuatan di Suriah dan Irak dijalankan oleh mantan perwira petinggi Baath, menurut Hashimi.

Organisasi ini dibagi kira-kira merata antara Suriah dan Irak ketika datang ke keanggotaannya. Dalam hal organisasi, Hashimi memperkirakan, di Irak, sekitar setengah anggotanya adalah pejuang; setengah lainnya terlibat dalam logistik - termasuk administrasi dan transportasi - dan bisnis: mengendalikan gerakan dan penjualan minyak ilegal diantaranya. Di Suriah, kata dia, organisasi ini memiliki rincian kira-kira sama.

Harits Hassan, seorang rekan di Radcliffe Institute di Universitas Harvard, mengatakan bahwa "Direbutnya Mosul membuat kelompok ini muncul amat menarik" karena sekarang muncul sebagai yang paling kuat dari semua kelompok Sunni radikal. Dalam beberapa hal, Hassan mengatakan, Negara Islam "telah menggantikan al-Qaeda sebagai kelompok Jihad yang paling menonjol".

Menurut Hashimi, Negara Islam saat ini setidaknya mempunyai 7.000 pejuang asing, sekitar setengahnya dari Afrika Utara. Banyak pemuda yang telah menjadi radikal pasca Arab Spring di tempat-tempat seperti Tunisia, Libya dan Aljazair. Ada juga beberapa ratus dari Chechnya dan timur Eropa, dan sekitar 2.000 orang dari Eropa Utara, termasuk sekitar 450 radikal dari Inggris, menurut Hashimi.

Jajaran Negara Islam telah membengkak dalam menanggapi munculnya milisi Syiah dan ketakutan sektarian. "Untuk penduduk kota-kota Sunni, Negara Islam setidaknya sedikit kurang jahat diantara pilihan dua kejahatan", kata Sumaidaei.

Dan bukannya membatasi ambisi kelompok radikal, serangan udara Amerika justru telah membantu upaya rekrutmen, kata Hashimi. "Baghdadi sekarang bendera Jihad melawan tentara salib".

Riyadh Mohammed adalah seorang wartawan Irak multimedia yang telah bekerja untuk New York Times dan Los Angeles Times dan Way Press International, meliputi korupsi dan hal lainnya.

sumber: mashable
oleh: n3m0

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top