wartaperang - Parlemen Libya yang resmi terpilih, memberikan tugas Senin baru-baru ini (1/9/2014) kepada perdana menteri yang dulu pernah mengundurkan diri untuk membentuk pemerintah baru. Hal ini terjadi setelah Kabinet yang sedang berjalan mengakui telah kehilangan kontrol ibu kota kepada milisi Islam yang bersekutu.

Kantor berita resmi mengatakan parlemen bersidang di Tobruk Senin menunjuk nama Abdullah al-Thinni sebagai kepala pemerintahan baru yang terdiri dari 18-portofolio kabinet, dimana tujuh kementerian akan membentuk "pemerintah krisis".

Al-Thinni mengundurkan diri Rabu lalu, mengatakan ia berharap pemerintah baru akan lebih inklusif. Pemerintah Al-Thinni bertentangan dengan aliansi militan Islam yang mengambil alih ibukota, Tripoli. Puluhan orang telah tewas dan ribuan mengungsi dari ibukota, termasuk pemerintah, yang mendirikan basis di timur, demikian pula warga dan diplomat asing.

Dalam sebuah pernyataan hari Minggu, pemerintah kabinet yang sebelumnya mengatakan telah kehilangan kendali pada hampir semua lembaga negara dan kantor-kantor pemerintah oleh gerakan milisi bersenjata. Pernyataan itu mengatakan beberapa bangunan tersebut "diduduki", "diserbu" dan staf dan karyawan telah dicegah masuk.

"Hal ini telah menjadi berbahaya bagi (karyawan) untuk sampai ke tempat kerja mereka tanpa risiko ditahan atau dibunuh terutama setelah beberapa kelompok bersenjata mengeluarkan ancaman langsung terhadap mereka, menyerang dan membakar rumah mereka dan meneror keluarga mereka", kata pernyataan itu.

rumah al-Thinni sendiri di Tripoli diserang dan dibakar. Pemerintahan dari Libya sendiri telah tinggal di timur, di Bayda, menyusul pecahnya pertempuran.

Milisi mengendalikan ibukota, beroperasi di bawah sebuah payung kelompok Islam yang disebut Dawn of Libya/Fajar Libya, juga telah menguasai kompleks kedutaan besar AS di ibukota, seminggu setelah mereka mengusir milisi saingan. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri tetap mengatakan bila gedung "tetap aman."

Perpecahan Libya berakar pada persaingan antara kelompok Islamis dan non-Islamis, serta kesetiaan suku dan daerah yang kuat antara kelompok-kelompok yang dengan cepat mengisi kekosongan kekuasaan setelah jatuhnya diktator Moammar Qadhafi. Pemerintah transisi Berturut-turut telah gagal untuk mengendalikan milisi.

Parlemen yang sedang berjalan di ibukota dipimpin oleh Islamis, telah menolak untuk mengakui pemerintahan yang baru terpilih yang bersidang di timur. Mereka juga secara terpisah menunjuk perdana menteri baru untuk membentuk "pemerintah keselamatan nasional".

sumber: alarabiya
oleh: n3m0

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top